Investor asing terus mencatatkan penjualan bersih di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun 2025. Hingga 25 Juli, total net sell asing tercatat mencapai Rp59,64 triliun, menurut rekap mingguan BEI yang dirilis 27 Juli. Arus keluar ini menjadi indikator penting yang mencerminkan perubahan preferensi investor global terhadap aset Indonesia. Meski IHSG berhasil menguat ke level tertingginya tahun ini di 7.543, faktanya aliran dana asing tetap menjauh. Pertanyaannya: apa yang membuat pasar luar lebih menarik daripada pasar domestik? Dan bagaimana dampaknya terhadap struktur, valuasi, dan strategi investasi di Indonesia?
Perbandingan Kinerja Pasar Global vs Indonesia
Pasar global sepanjang 2025 menunjukkan dinamika yang berbeda dari Indonesia. Di Amerika Serikat, indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan sekitar +7% hingga 25 Juli 2025. Lonjakan ini ditopang oleh pertumbuhan laba korporasi yang solid, terutama dari sektor teknologi dan perusahaan yang terpapar tren kecerdasan buatan (AI). Selain itu, program buyback yang melebihi US$1 triliun semakin memperkuat daya tarik saham-saham AS.
Sementara itu, Korea Selatan menjadi salah satu pasar ekuitas dengan performa terbaik tahun ini. Indeks KOSPI naik hampir 29% year-to-date, ditopang oleh reformasi “Value-Up” dan momentum kuat dari sektor semikonduktor. India juga mencatatkan penguatan signifikan, dengan indeks Nifty 50 naik 14% sepanjang tahun. Stimulus dari Reserve Bank of India dan permintaan domestik yang kuat menjadi pendorong utama.
Di sisi lain, Hong Kong bangkit dari tekanan pasar tahun 2024. Indeks Hang Seng mencatat kenaikan sekitar 17%, seiring meningkatnya dukungan fiskal dari pemerintah Tiongkok dan valuasi saham yang dianggap sudah sangat murah. Sementara itu, pasar Indonesia—meski sempat pulih ke level 7.543—masih mencatatkan pertumbuhan yang sangat terbatas secara year-to-date, hanya sekitar +0,3%.
Opportunity Cost Antara Imbal Hasil vs Risiko
Perbandingan imbal hasil menjadi salah satu dasar rasional arus modal global. Investor asing yang memindahkan dana dari pasar Indonesia ke S&P 500 sejak awal tahun akan memperoleh kenaikan nilai portofolio sekitar +7% secara harga, atau lebih tinggi bila memperhitungkan efek penguatan dolar AS dan dividen. Sementara itu, portofolio yang tetap berada di IHSG cenderung stagnan, dan bahkan sempat mencatat kinerja negatif pada semester I.
US Treasury dengan tenor 10 tahun juga menjadi magnet arus modal. Dengan yield stabil di kisaran 4,4%, investor institusional memanfaatkan obligasi pemerintah AS sebagai tempat parkir dana yang aman dan memberikan imbal hasil riil positif. Dibandingkan risiko volatilitas nilai tukar, kebijakan fiskal Indonesia yang belum pasti, serta valuasi saham domestik yang tidak lagi murah, maka realokasi ke UST menjadi langkah konservatif yang logis.
Antara Valuasi dan Likuiditas
Salah satu alasan investor asing mengalihkan dana mereka dari pasar domestik adalah valuasi yang dinilai tidak lagi atraktif. Emiten-emiten unggulan seperti BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI sempat diperdagangkan pada price-to-book value (PBV) di atas 4×, level yang relatif mahal dibandingkan rata-rata sektor keuangan di Asia Tenggara.
Tekanan juga datang dari sisi likuiditas. Meskipun frekuensi dan volume transaksi harian di BEI meningkat, nilai transaksi justru mengalami penurunan. Sepanjang Juli, rata-rata nilai transaksi harian menyusut ke kisaran Rp16,1 triliun—turun 3,2% dibanding bulan sebelumnya. Penurunan ini mengindikasikan bahwa likuiditas berpindah ke saham-saham kecil, sementara saham besar yang biasanya menjadi tujuan utama investor asing mengalami tekanan harga akibat pelepasan posisi.
Kemana Dana Asing Berpindah?
Berdasarkan analisis lembaga keuangan internasional dan data arus modal, dana asing dari Indonesia dialihkan ke lima kanal utama:
- US Treasuries – Sebagai instrumen pendapatan tetap dengan risiko rendah, obligasi pemerintah AS memberikan yield stabil di atas 4%. Arus masuk investor asing ke US Treasuries pada Mei saja mencapai rekor USD146 miliar.
- Pasar Ekuitas Korea – Reformasi korporasi dan kinerja emiten semikonduktor menjadikan KOSPI target utama investor institusi.
- Ekuitas & Obligasi India – Dengan inflasi yang terkendali dan suku bunga mulai turun, India menawarkan potensi pertumbuhan dan stabilitas.
- Pasar Hong Kong – Rebound setelah tekanan berkepanjangan di 2023-2024 menarik perhatian investor yang mencari valuasi murah.
- Reksa Dana Pasar Uang USD – Dana sebesar USD24 miliar masuk ke money-market fund global, mencerminkan posisi defensif investor dalam menghadapi ketidakpastian suku bunga dan geopolitik.
Emiten yang Paling Banyak Dijual Asing
Data per 25 Juli 2025 menunjukkan lima emiten dengan net sell tertinggi sepanjang tahun:
- BBCA (Bank Central Asia): Net sell Rp12,7 triliun, dengan porsi kepemilikan asing mencapai 34,6%.
- BMRI (Bank Mandiri): Net sell Rp9,56 triliun, asing memegang 30,8% saham.
- BRMS (Bumi Resources Minerals): Net sell Rp4,39 triliun, kepemilikan asing >50%.
- BBRI (Bank Rakyat Indonesia): Net sell Rp4 triliun, kepemilikan asing 30%.
- BBNI (Bank Negara Indonesia): Net sell Rp3,22 triliun, porsi asing 24%.
Kelima saham ini mencerminkan sektor yang selama ini menjadi andalan investor institusi globa, perbankan besar dan tambang logam. Penjualan bersih asing pada lima nama tersebut mencakup lebih dari 55% dari total net sell di BEI sepanjang 2025. Pola ini menunjukkan bahwa arus keluar bukan sekadar fenomena pasar kecil, tapi melibatkan posisi strategis pada saham dengan kapitalisasi dan likuiditas terbesar.
Kepemilikan asing atas saham di BEI memang menurun secara struktural. Data KSEI menunjukkan bahwa per 25 Juli 2025, kepemilikan asing hanya menyisakan sekitar 45,91% dari total kapitalisasi saham di bursa, turun dari kisaran 63,79% pada 2015. Di sisi lain, jumlah investor domestik meningkat tajam, dengan proporsi akun investor lokal mencapai 96,85%.
Dalam praktiknya, hal ini menyebabkan likuiditas BEI makin bergantung pada investor ritel dan institusi lokal seperti BPJS Ketenagakerjaan, Indonesia Investment Authority (INA), serta manajer investasi swasta. Ritel domestik bahkan menyumbang sekitar 44% nilai transaksi semester I 2025. Kemandirian ini menjadi kekuatan baru pasar, namun juga menyimpan risiko: pasar lebih sensitif terhadap sentimen lokal, dan lebih mudah bergejolak bila tidak didukung fundamental kuat.
Meskipun pasar global menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi secara nominal, return tersebut tetap bergantung pada fluktuasi mata uang. Investor yang mengalihkan dana dari rupiah ke dolar AS akan mendapatkan keuntungan tambahan jika USD menguat. Namun, jika mereka ingin kembali ke pasar domestik, biaya hedging dan risiko kurs tetap menjadi faktor yang harus diperhitungkan.
Sebaliknya, investor lokal yang tetap bertahan di pasar domestik dihadapkan pada tantangan seperti volatilitas intraday yang lebih tinggi, tekanan harga di saham besar, serta potensi kenaikan suku bunga domestik jika rupiah kembali melemah akibat capital outflow.
Kesimpulan
Data arus keluar asing hingga akhir Juli 2025 menegaskan bahwa selera risiko global telah bergeser. Dengan yield obligasi AS yang menarik dan pertumbuhan kuat di Korea, India, dan Hong Kong, pasar Indonesia tampak kurang kompetitif dari perspektif risk-adjusted return. IHSG memang bertahan, tapi lebih karena kekuatan domestik—bukan karena dukungan investor asing.
Outflow asing sebesar Rp59,6 triliun mencerminkan bukan hanya rotasi jangka pendek, tapi juga penyesuaian portofolio yang lebih fundamental. Investor asing menilai bahwa imbal hasil di pasar lain lebih sepadan dengan risiko yang mereka hadapi, terutama dalam konteks kebijakan fiskal dalam negeri, fluktuasi rupiah, dan valuasi pasar.
Struktur pasar Indonesia kini makin domestik. Ini memberi ketahanan baru, tapi juga tantangan baru. Sentimen global tetap akan mempengaruhi IHSG, tetapi keberlanjutan pasar kini bergantung pada kepercayaan investor lokal terhadap arah kebijakan, fundamental emiten, dan transparansi pasar keuangan nasional.
Menarik disimak juga :
- Berikut catatan transaksi asing sampai 25 Juli 2025 ? Baca selengkapnya disini
- Investor asing lebih suka mencari return pasti, dibanding bertahap di pasar modal Indonesia. Baca selengkapnya disini
- Mau melakukan rebalancing portfolio ? Cek dulu data Fundamental emiten pasar modal Indonesia. Cek disini
- Butuh kombinasi portoflio saham agar punya return tinggi ? Cek disini